HATI-HATI DENGAN EKSPEKTASI KITA


Dalam dunia komunikasi, ekspektasi adalah salah satu hal yang paling berbahaya yang harus dengan perjuangan dikelola dengan sebaik-baiknya.

Saya ambil contoh yang sederhana. Misalnya kita bilang, "Nanti saya akan bantu," ke seseorang. Ini bisa jadi monster yang sangat berbahaya, jika orang tersebut memiliki ekspektasi yang berbeda dengan apa yang kita maksud.

Orang tersebut bisa berekspektasi kita akan membantu memberi dia pekerjaan dengan kondisi tertentu, orang itu juga bisa berekspektasi kita akan membantu memberi uang dalam jumlah tertentu. Dan jutaan ekspektasi liar lainnya, sesuai imajinasi dia yang kita tidak pernah tahu.

Padahal mungkin yang kita maksud dengan kata, "nanti saya akan bantu." Adalah memberikan bantuan pendidikan, misalnya. Dan ini bisa menimbulkan kekecewaan orang itu. Besarnya kekecewaan tergantung besarnya perbedaan antara ekspektasi dan kenyataan.

Dan kekecewaan menimbulkan kemarahan, kebencian dan berbagai konflik, kontra produktif yang tidak perlu.

Jadi hati-hati dengan ekspektasi. Kita harus berjuang mengelola ekspektasi dengan serius, agar tidak terlalu banyak kekecewaan.

Iman kita juga sering hancur karena ekspektasi kita yang berbeda dari kehendak Tuhan.

Salah satu contoh adalah ekspektasi Bangsa Israel akan mesias, ekspektasi mereka adalah raja gagah perkasa yang memerdekakan mereka dari penjajah. Saat yang datang seorang tukang kayu miskin. Mereka tidak bisa menerima kenyataan kehendak Allah itu. Mereka kecewa berat. Mereka marah sekali. Mereka menjadi pahit dan tidak bisa menerima kenyataan itu sampai sekarang.

Dalam keseharian, kita juga bisa berekspektasi yang salah ketika Tuhan berkata akan memberkati kita, misalnya. Kita langsung berekspektasi, jika Tuhan memberkati kita maka kita akan kaya raya, makmur, sehat, bahagia, semua dalam kondisi gemah ripah loh jinawi.

Padahal Tuhan tidak akan membuat kita menjadi anak-anak manja yang rapuh. Berkat Tuhan adalah memperkuat, mendewasakan, memurnikan dan membentuk karakter kita semakin hari semakin serupa karakter Kristus. Dan ini pastinya bukan dengan cara yang berleha-leha dan ongkang-ongkang kaki, serta penuh kemanjaan.

Jika ekspektasi kita berbeda seperti itu dengan kehendak Tuhan, sudah pasti kita menjadi kecewa pada Tuhan. Makin besar perbedaan antara ekspektasi kita dengan kehendak Tuhan, semakin besar kekecewaan kita kepada Tuhan, juga semakin pahit hati kita kepada Tuhan.

Salah satu hal yang juga sering terjadi dalam hidup kita adalah menunggu. Menunggu juga ada hubungannya dengan ekspektasi kita.

Kita juga bisa merasa berat menunggu, bahkan lama sekali rasanya, jika ekspektasi kita soal waktu Allah berbeda dengan kehendak Allah. 

Kalau ekspektasi kita soal waktu sama dengan kehendak Allah, bisa jadi kita tidak merasa menunggu, tapi justru merasa dalam sebuah perjalanan, tour, tamasya, petualang atau proses belajar yang seru dan asyik bersama Allah. Walau secara fisik kita diam sekalipun.

Bagaimana cara kita berjuang mengelola ekspektasi kita agar sesuai dengan kehendak Allah ? 

Tuhan Yesus Kristus mengajarkan hal ini di Taman Getsemani, Dia berdoa, "Jadilah kehendak MU."

Penyerahan total pada Allah ini, artinya kita punya persepsi positif terhadap Allah.

Penyerahan total pada Allah ini, artinya kita punya ekspektasi positif terhadap Allah.

Percaya kehendak Allah jauh lebih dahsyat dari ekspektasi kita, kehendak Allah pasti lebih menyeluruh dari ekspektasi kita, kehendak Allah memiliki konsekuensi terbaik bagi kita, kehendak Allah pasti yang terbaik bagi kita.

Dan yang pasti, kita perlu kekuatan Roh Kudus untuk bisa berserah pada kehendak Allah.

Saya ingat, dulu waktu saya masih kelas 2 SD, saya pernah minta uang pada Papa saya untuk jajan. Papa saya memberikan koin 25 rupiah. Tapi saya nangis kejer karena itu tidak sesuai ekspektasi saya. 

Ekspektasi saya dapat 5 rupiah, karena sepengetahuan saya saat itu, koin 5 rupiah jauh lebih besar bentuknya dari 25 rupiah yang kecil. Dan saya berekspektasi, harus dapat yang lebih besar bentuknya, bukan yang lebih kecil.

Papa saya ingin memberi 5 kali lebih bernilai pada saya, tapi saya tolak. Karena iba melihat saya menangis kejer, dengan berat hati Papa saya memberi saya 5 rupiah saja. Saya bahagia karena sesuai ekspektasi saya, walau saya kehilangan kesempatan mendapatkan sesuatu yang 5 kali lebih bernilai dari ekspektasi saya.

Semoga catatan sederhana ini bisa menghibur dan membuka mata hati kita, serta bersyukur di tengah Pandemi ini, bahwa ketika ekspektasi kita meleset, kehendak Allah yang jauh lebih baik sudah kita terima.

Semangat !

Oleh
Christovita Wiloto

Popular Posts