QUO VADIS YOGYAKARTA ?
QUO VADIS YOGYAKARTA ?
Saat ke Yogyakarta banyak pikiran saya yang mengkritisi Sultan Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X atas kebijakan yang menurut saya aneh.
1. Kenapa toll tidak sampai sampai Yogyakarta harus keluar seperti di Boyolali, Solo atau daerah lainnya sehingga perlu waktu 2-4 jam lagi menuju Yogyakarta, tidak seperti daerah-daerah lain di Indonesia?
2. Kenapa jalan-jalan di Yogyakarta melingkar-lingkar, berbelok-belok, tidak seperti daerah-daerah lain di Indonesia?
3. Kenapa daerah-daerah utama Yogyakarta masih dipenuhi kepadatan rumah penduduk yang kumuh, tidak seperti daerah-daerah lain di Indonesia yang rata-rata sudah dipenuhi mall, apartemen, gedung-gedung megah?
4. Kenapa Sri Sultan hanya mengijinkan PRIBUMI memiliki lahan, tidak seperti daerah-daerah lain di Indonesia yang non pribumi boleh membeli seluas-luasnya?
5. Kenapa pasar-pasar tetap dibuat sangat tradisional, tidak seperti daerah-daerah lain di Indonesia yang sudah dipenuhi pasar-pasar modern?
Dan banyaaaak sekali pemikiran mengkritisi saya terhadap Sri Sultan. Sampai satu persatu Tuhan memberikan hikmat pada saya, memberikan pengertian bahwa KEY WORDnya adalah Sri Sultan justru sangat MENCINTAI RAKYAT nya, MELINDUNGI RAKYAT nya. PRO RAKYAT.
1. Toll sengaja tidak boleh masuk Yogyakarta, Sultan ingin agar semua kawasan tetap hidup. Kita tahu sisi negatif toll saat ini hampir seluruh kawasan terlintas toll jadi sepi dan ekonomi nya mati. Kita tahu bahwa Yogyakarta adalah kota hub yang disangga desa-desa di sekelilingnya. Kalau desa-desa ini mati ekonominya, maka keseluruhan ekosistem rakyat akan melemah.
2. Jalan di Yogyakarta berliku-liku, karena Sultan TIDAK MAU MENGGUSUR rumah-rumah rakyat. Seperti yang sekarang ini terjadi di seluruh Indonesia. Daerah strategis hanya dimiliki konglomerat, rakyat harus minggir.
3. Sama seperti poin 2, Sri Sultan TIDAK MAU MENGGUSUR rumah-rumah rakyat, sehingga rumah-rumah rakyat yang kelihatan kumuh tetap ada dan terjaga di prime location. Tidak berganti menjadi mall, apartemen, atau gedung-gedung megah yang super mahal. Tidak seperti yang sekarang ini terjadi di seluruh Indonesia. Daerah strategis hanya dimiliki konglomerat, rakyat harus minggir. Bahkan sering sekali terjadi kebakaran besar di lingkungan rumah kumuh di lokasi strategis yang membakar 100-500 rumah warga ludes, dan setelah itu warga diberi ganti rugi, tapi dilarang membangun dislokasi itu lagi. Alias harus pindah ke ujung dunia dan tidak lama kemudian lokasi itu berubah menjadi indah, penuh dengan mall, apartemen, dan gedung-gedung megah lainnya.
4. Sri Sultan tahu kalau non pribumi diijinkan memiliki lahan, maka dengan alasan ekonomi lahan-lahan Yogyakarta akan diborong dengan harga super tinggi. Kemudian dibangun menjadi super-super blok yang sangat bagus dan sangat mahal. Dan rakyat Yogyakarta akan berbondong-bondong menjual semua lahannya dan pergi jauh-jauh dari Yogyakarta. Persis seperti orang-orang Betawi yang jadi orang asing di tanah leluhurnya sendiri Jakarta. Dan harus rela tinggal di pinggiran Jakarta atau bahkan di luar Jakarta. Juga seperti yang sekarang ini terjadi di seluruh Indonesia, prime location tidak dimiliki penduduk aslinya.
5. Pasar adalah pusat ekonomi dari bakul-bakul rakyat kecil, baik penduduk di Yogyakarta juga desa-desa di sekitar Yogyakarta. Pasar modern tentu bagus, dalam hal kebersihan dan profesional pengelolaannya, dan juga tetap baik bagi semua bakul selama kepemilikan nya bukan pada konglomerat atau kapitalisme. Kalau kepemilikan adalah koperasi yang dimiliki semua bakul dan bukan sekedar koperasi rekayasa yang sebetulnya dikuasai konglomerat, pasti pasar modern di Yogyakarta akan sangat bagus untuk melindungi semua rakyat kecil.
Setelah hikmat ini datang pada saya, saya jadi termangu-mangu, dan justru jadi respek akan kebijakan Sri Sultan Hamengkubuwono. Dan semoga perenungan saya dan hidayah yang saya dapat ini ada manfaatnya bagi Sahabat semua untuk kita renungkan bersama apa langkah strategis yang akan kita lakukan rakyat untuk pembangunan atau pembangunan untuk rakyat? Kemudian memperjelas fokus penglihatan kita siapa yang kita maksud dengan rakyat Indonesia itu ?
Oleh
Christovita Wiloto
Founder
Strategic Indonesia